Ayi Jufridar, seorang penulis Aceh, alumni Anita Cemerlang, anggota KPU, telah menulis dan mempersembahkan kepada Anda sebuah novel berjudul Kabut Perang.
Masih adakah perang di bumi ini? Seperti juga cinta, perang tak kunjung selesai. Sebagai manusia kreatif dan sensitif, Ayi yang lahir dan besar di ranah Aceh, tak akan asing lagi dengan situasi perang. Ini perang yang mungkin terpanjang jika dirunut dari masa perjuangan Tjoet Nja Dhien, karena yang dipertahankan bukan hanya sepetak tanah, namun juga keyakinan. Perang ideologi dan segala sesuatu yang berdasarkan politik, bagai kekal sepanjang zaman.
Dan Ayi memulai dengan: “Bermula dari Bom Rakitan”
Novel “KABUT PERANG” Ayi Jufridar
Kabut Perang adalah catatan penting psikologis seorang putra Aceh seperti Ayi Jufridar. Ia mengisahkan tentang situasi perang yang seakan begitu dekat dengan dirinya. Novel yang memiliki dilema konflik dalam narasi yang tidak membosankan. Tidak ada kisah hitam-putih, lebih banyak yang berpilin-pilin, seperti juga prahara anak manusia di mana saja berada. Meski novel ini tidak menyebutkan suatu “tempat”, kecuali kata-kata “konflik senjata”, “merdeka”, “gerakan”, “senapan” dan sejenisnya, namun dari kisah yang digambarkan kita sangat tahu kisah ini terjadi di mana.
Kabut Perang adalah kontribusi sangat penting bagi masa lalu dan masa depan daerah-daerah yang pernah terjadi konflik. Buku ini harus dibaca oleh banyak orang. Novel ini mengisahkan perang dari jarak dekat, begitu hidup, menggugah, cemerlang, dan membuat kita tidak menginginkan perang lagi di mana pun, atas nama apa pun.
Novel setebal 358 halaman ini diterbitkan oleh penerbit Universal Nikko, penerbit yang konsen pada buku-buku karya sastra yang berkualitas.*(rat/ist)
Komentar