Langsung ke konten utama

Keliling Indonesia, Dari Era Bung Karno Sampai SBY

BENARKAH - Bung Karno memiliki “keluarga gelap” dari Ronte ?,

Rasa-rasanya musthail, kecuali kalau kabar ini muncul akibat muslihat cerdik seorang jurnalis yang dujuluki ‘Gelap Poyk”.

Seorang guru yang membelot menjadi wartawan sekaligus penulis nyeniman, ia juga memiliki sederat ‘profesi’ sampingan lainnya seperti tukang tilep berita, asisten mantri cacar, tentara gadungan, dan pelancong bermodal dengkul.

Petualangan nekat itu membawanya ke seantero Indonesia, yang disusurinya hingga pojok-pojok tergelap dan terjoroknya. Dan semua itu dilakoninya demi menghasilkan tulisan yang membuatnya sempat ‘didewakan’ di bumi Pahariyangan dan diangkat anak oleh seorang gubernur sekaligus nyaris dibacok di Jalur Trans Sumatra.

Sebuah laporan penjelajahan negeri dengan bahasa yang ringan dan nakal tetapi berbobot dan penuh makna, buku ini dapat menjadi saksi pertumbuhan dan perkembangan beberapa bagian dari negeri ini dari zaman Sukarno sampai SBY.

Inilah catatan perjalanan seorang jurnalis petualang kawakan yang juga sastrawan yang dapat dijadikan renungan dan perbaindingan bagaimana Indonesia dulu dan bagaimana Indonesia beberapa dasawarsa sesudahnya.

Data Singkat Gerson Poyk

Lahir di Ba’a, Rote, Nusa Tenggara Timur, 16 Juni 1931. Pernah menjadi wartawan Sinar Harapan (1963-1970), kini ia menjadi penulis lepas.

Selain mengikuti International Creative Writing Program di Universitas Iowa, Iowa City, Amerika Serikat (1971-1972) dan diundang pemerintah India mengikuti pertemuan sastrawan Asia-Afrika di New Delhi (1982), ia pun meraih berbagai penghargaan, seperti Hadiah Sastra Asia Tenggara SEA WRITE AWARD (1989), Lifetime Achievement Award dari Kompas, penghargaan dari majalah sastra Horison dan Sastra, serta Adinegoro Award 1985 dan 1986.

Beberapa novel dan kumpulan cerpenya antara lain : Sang Guru, Nyoman Sulastri, Doa Perkabungan, Requiem untuk Seorang Perempuan, Di Bawah Matahari Bali, Mutiara di Tengah Sawah dan Surat-Surat Cinta Alexander Rajaguguk. Berbagai karyanya sudah diterjemahkan ke dalam baha Inggris, Jerman, Rusia, Belanda, Jepang dan Turki.

(ratman aspari)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Master of the Jinn (Sebuah Novel Spiritual)

Resensi Buku Judul : Master of the Jinn (Sebuah Novel Spiritual) Pengarang : Irving Karchmar Penerjemah : Tri Wibowo BS Penyunting : Salahuddien Gz Penerbit : Kayla Pustaka Master of the Jinn adalah sebuah novel sufistik yang berkisah tentang pengembaraan tujuh jiwa, yaitu Profesor Solomon, Rebecca, Kapten Simach, Ali, Rami, Ishaq, dan si faqir. Mereka mencari cincin Sulaiman yang konon mempunyai kekuatan untuk mengendalikan bangsa jin. Pencarian tersebut tak hanya memampukan mereka mengetahui hakikat bangsa jin, namun juga penemuan jati diri dari masing-masing pengembara. Dari segi seni bertutur, Irving Karchmar, sang penulis, orang Yahudi yang pada tahun 1992 dibaiat menjadi darwis Tarekat Sufi Nimatullahi ini, sepertinya ingin mengawinkan narasi dari kembara spiritual ala The Alchemist dan thriller yang mengupas simbolisme religius dari The Da Vinci Code. Sebuah upaya yang cukup ambisius. Betapapun, cerita berjalan cukup menegangkan, sarat metafora dan aforisma, penuh dengan kejut

Bekal Dasar Menjadi Wartawan Profesional

Penulis :  Didiek Danuatmadja  &  W. Suratman Ukuran : 14 x 21 cm Jumlah Hal : i ii + 7 6 hlm ISBN : 978-602-95302-1-6 Cetakan : Pertama (I), Juli 2013 Penerbit : FATH PUBLISHING   Didistributor : PUSTAKA TAUFIQ JURNALISME sebenarnya merupakan ilmu yang tidak layak dipelajari sambil "berjalan". Sebagaimana disiplin ilmu-ilmu yang lain, upaya pemahamannya harus ditempuh dengan cara-cara yang sistematik dan metodis, agar kita bisa menguasainya secara utuh. Buku ini sekadar bahan    pengenalan yang sifatnya sangat elementer. Di dalamnya memang termuat berbagai sisi yang agak kompleks, tetapi, sebenarnya, jauh dari perfeksitas. H al-hal yang elementer itu tadi menjadi lebih minimalis untuk proses pembelajaran dan pengamalannya.   Yang harus dipahami sejak awal, jurnalistik itu sendiri merupakan suatu kegiatan intelektual ilmiah, bukan sekadar "ilmu perjuangan" untuk kanalisasi idealisme, sebagaimana sering didengung-­dengungkan oleh pa